Senin, 20 April 2009

Media Audio Visual: Sejarah dan Perkembangannya

audio-visual

Perkembangan Munculnya radio ternyata mengilhami terciptanya media yang lebih kompleks. Yaitu dengan menggabungkan gambar dan suara yang kemudian disebut film. Awalnya masih diputar di bioskop berupa film bisu hingga bersuara. Sampai akhirnya tercipta televisi, beserta alat-alat perekam (camera), pemutar (CD/VCD/DVD Player) dan penyimpannya (VHS/CD) dari film dan musik (gambar dan suara).

MEDIA AUDIO/RADIO
Sejarah dan Perkembangannya

Audio/Radio | 1

Perkembangan Audio Radio
Teknologi rekaman accuistic pertama dikembangkan pada tahun 1877 oleh Thomas Edison. Dia memproduksi suku cadang “phonogrph” yang memainkan kembali ritme lagu “Mary Had a Little Lamb” dari rotasi silinder. Tahun 1882 Emilie Berliner menciptakan gramophon, yang menggunakan flat-disk yang disebut “rekam” (record) termasuk silinder. Edison dan Berliner berlomba pada industri rekaman.

Guglielmo Marconi, seorang pemuda Italia penerima nobel, sukses mengkreasikan Wirelles telegraph menggunakan gelombang radio untuk menyampaikan pesan dalam sandi menggunakan ledakan panjang dan pendek pada gangguan radio. Teknik ini menggunakan praktis awal menggunakan radio, sebuah langkah utama dalam mengembangkan radio. Pada tahun 1890, Marconi mencoba mempromosikan untuk menggunakan telegrap untuk bisnis dan militer pada penduduk asli Italia, tetapi pemerintah negaranya tidak tertarik. Marconi lebih sukses di Inggris, di sini Marconi mendapat pengakuan pada tahun 1896 dan di US pada tahun 1904, bakat bisnisnya mendominasi pemakaian pertama radio telegraph untuk dua cara berkomunikasi di tempat Marconi bekerja. Jenis radio ini pertama digunakan untuk mengkordinasikan pelayaran samudra antara negara-negara. Dimana kawat telegraph betul-betul tidak sampai. Perusahaan Telegraph Marconi mendirikan stasion radio, untuk menerima dan mengirimkan kembali signal telegrap samudra dari pelayaran atau perkapalan. Perusahaannya juga menghasilkan dan mengoperasikan peralatan untuk mengirim dan menerima pesan radio telegrap. Tahun 1913, Marconi mendominasi radio di Eropa dan United State.

Perkembangan yang menerima kesuksesan radio dengan audiens berkembang pada radio FM pada tahun 1960. FM memiliki ketelitian rekaman suara yang tinggi, tetapi secara esensial hanya dalam pemancar radio. Rekaman FM dan 331/3 rpm dipindahkan ke dalam suara stereo (dua bagian mengkoordinasikan saluran musik pada tahun 1960. Lagu-lagu panjang dimainkan, dengan mulai mempengaruhi jenis-jenis lagu yang direkam. Tetapi pertengahan sampai akhir 1960 banyak kelompok-kelompok musik populer merekam lagu-lagu yang lebih panjang dari pada typikal single sepanjang 2-3 menit. Kadang-kadang lagu-lagu itu diselipkan pada rekaman 45 rpm, tetapi sebagian besar penggemar kelompok mulai membeli album yang berisikan lagu-lagu hits.

Hak cipta musik, syndicat talk show dan intellectual property lainnya menjadi topik utama baik radio maupun rekaman. Ketika artis-artis merekam musik yang ditulis oleh seseorang, baik untuk menjual langsung sebagai rekaman atau siaran radio, mereka mendapatkan ijin dan membayar royalti, biaya bagi penulis-penulis yang menggunakan intellectual property. Distribusi musik atas internet memunculkan kesulitan hak cipta dan masalah intellectual property. Sebenarnya rekaman digital yang sempurna ditransmisikan ke internet, tape-digital, disc or CD yang dapat merekam. Mencari solusi untuk mencegah peng-copan dan transmisi illegal, sementara memungkinkan menjual musik secara legal melalui internet. Aturan hak cipta memerlukan pembayaran hak cipta oleh artis, termasuk pemutaran rekaman pada radio. Dua kelompok lisensi musik dunia The American Sociaty of Composer, Author, anf Publisher (ASCAP) dan Broadcast Music Incorporated (BMI) sebagai perantara antara rekaman artis dan stasion-stasion radio. Stasion-stasion memperoleh lisensi musik yang didengarkan oleh kelompok lisensi musik dalam keuntungan biaya. Biasanya pendapatan stasion-stasion besar satu sampai dua persen. ASCAP atau BMI membayar hak cipta, menurut frekuensi lagu yang diputar.

TELEVISI/ VIDEO | 2

Televisi
audio-visual-2Saat radio tengah berkembang sebagai media penyiaran utama di akhir tahun 1920-an dan film-film tengah dicoba dengan diperbincangkan, beberapa orang mulai memikirkan tentang bagaimana radio dan gambar jika disatukan. Para pemirsa menyukai film-film bergambar sama seperti mereka menyukai radio pada tahun 1920-1940. Muncul ide untuk menggabungkan keduanya.

Pada tahun 1920 dan 1930 teknologi televisi berkembang tahap demi tahap. Dan pada dekade selanjutnya, siaran televisi diputar di seluruh dunia. Penyiaran pertama di Inggris tahun 1935. Di Amerika pertama kali menyiarkan pertandingan base ball Columbia melawan Yale tahun 1939.

TV Kabel
Akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980, industri film memulai meningkatkan keuntungan pada TV kabel dan sewaan videotape sebagai distribusi saluran baru. TV kabel sebagai sumber alternatif jaringan televisi, terutama untuk memperluas layanan oleh Home Box Office (HBO) tahun 1975. Saluran-saluran seperti HBO secara eksklusif banyak pada isi film yang akan datang. Satelit baru didasarkan Superstation kabel WGN dan WTASWOR, menggunakan film-film tua

VCRS
Videocassete recorders (VCRS) meluas di rumah-rumah orang Amerika pada tahun 1980. Menggunakan VCRS sangat cepat. Orang menggunakan VCRS untuk merekam dan memutar pertunjukkan-pertunjukkan favorit di televisi beberapa film yang disewakan dari toko-toko video.

Bisnis penyewaan video dimulai dengan toko-toko penyewaan kecil yang tidak bergantung pada apapun, yang membeli stok video dari distributor. Akhirnya dikonsolidasikan secara meyakinkan dengan beberapa supermarket dan toko-toko lain yang menyewakan video, dan dengan penyewaan video yang meluas, seperti Blockbuster dan Hollywood video, memberikan banyak peluang bisnis.

Umumnya, industri film mulai memproduksi yang difokuskan pada kedekatan audiens. Setelah “massa” audiens berpindah ke TV, film mempunyai tujuan pada kelompok yang lebih spesifik. Untuk distribusi pertunjukkan pertama film bioskop, kebanyakan target film-film itu ditinggalkan khusus pada audiens, yang berumur 18-25 tahun yang masih keluar untuk ke bioskop.

Tentu, sebagaimana kita ketahui, sejarah film itu tidak berakhir dengan George Lucas. Akhir tahun 1990, industri film ditransformasikan oleh teknologi baru dan kekuatan pasar. Home video memiliki tenaga penggerak dengan pajak dari toko yang menyewakan video dan penjualan langsung video (terkenal sebagai sell through) melebihi penerimaan box office dua ke satu. Penyewaan video yang besar meminta pergantian keuntungan dari pembuat film. Biaya memproduksi film-film utama, sebagai produser berlomba melakukan yang lainnya dengan pengaruh khusus computer, dengan perkembangan biaya yang besar diharapakan audiens besar pula. Film membuat studio utama mulai bereaksi terhadap aliran-aliran (ad. Pengetahuan tentang fiksi, aksi petualangan) yang dapat “diterjemahkan” antar budaya. Tetapi diluar itu studio-studio utama, itu merupakan kebangkitan kembali kebebasan pembuatan film, sebagai teknologi komputer biaya “small film” dan menawarkan prospek pembuatan film terlepas dari tekanan keuangan.

Umumnya audiens film tidak lama menonton di rumah. Film merupakan tontonan utama pada televisi, kabel, atau video. Rata-rata jumlah waktu yang digunakan menonton film pada video telah berkembang dalam dekade akhir ini. Lebih 4/5 orang Amerika memiliki VCR di rumah. Lebih 3/5 orang Amerika menyewa video tape. Orang dewasa muda, khususnya keluarga usia muda, yang menyewa film yang berperan jahat, dan video anak-anak yang aliran/gayanya sangat populer. Rata-rata ibu rumah tangga mengeluarkan lebih $170 pertahun untuk menyewa dan membeli video caset. Menonton film di teater sekarang disenangi orang yang berumur antara 15 sampai 24, 1/3 yang ke bioskop paling kurang sekali sebulan, dibandingkan 1/5 dari semua orang dewasa. Meskipun proporsi orang dewasa muda lebih kecil yang menghadiri bioskop pada tahun sebelumnya, jumlah orang dewasa muda berkembang sebagai seorang baby “sangat berkembang” hebat, sehingga pembuat film terus menerus dipengaruhi oleh audiens muda.

FILM/SINEMATOGRAFI | 3
Di era film bisu (1903 sampai 1917), film cerita sejarah sangat berkembang. Film hitam putih yang dan masih bisu, tetapi ini tidak membatasi mereka berkreasi dan menghentikan untuk menceritakan sejarah. Justru membuat penonton mempergunakan imajinasi mereka. Musik di film dahulu ditampilkan oleh organist, yang bermain musik untuk mengarang lagu yang sesuai dengan komposisinya. Film-film sering meminjam atau alur cerita diadaptasikan dari novel.

Kebanyakan usaha-usaha awal pembuatan film membuat film cerita bergambar. Edison memikirkan bahwa orang-orang butuh gambar untuk mendengar rekaman suara. Asisten Edison yaitu Thomas Dickson mengadakan percobaan dengan film bersuara sebelum tahun 1895. Kebanyakan sistem sebelumnya menggantungkan player rekaman dikoordinasikan dengan film. Studio-studio tersebut pada awalnya enggan menginvestasikan ke dalam teknologi suara, sebagaimana film yang diproduksi di rumah-rumah. Studio kecil, Warner bersaudara, membuat komitmen untuk mengembangkan teknologi suara dan mendapat bantuan AT & TIS Western Eleectric Company. Mereka berhasil menciptakan film cerita pendek yang disebut The Vitaphone Preludes. Film-film “Utaphone” ke-4 mampu malampaui ketenaran “The Jazz Singer” pada tahun 1927.

Masa krisis aktor dan studio-studio digunakan untuk pembuatan film-film bisu yang ada ke dalam musik klasik Singing In The Rain (1952). Meskipun penonton merasa senang terhadap potensi-potensi baru film yang bersuara dan musik, beberapa artis belum terbiasa. Mereka merasa akting kurang mendapat penekanan. Saat kualitas vokal aktor mendapat kritikan. Tiba studio-studio terampil menggunakan pengaruh suara dan musik. Beberapa aktor dan aktris, seperti Suitney Greta Garbo, membuat transisi vokal.

Menurut survey, kebanyakan orang pergi ke Bioskop paling sedikit setiap minggu (sekali seminggu), kadang-kadang lebih. Setiap minggu mereka mendapatkan informasi dari warta berita, seperti berita-berita Fox’s Movietone News dan March of Time, yang menyediakan informasi tentang hiburan di dunia. Mereka menanti dari minggu ke minggu untuk menyaksikan apa yang akan terjadi pada Flash Gordon berikut atau serial pahlawan-pahlawan yang dimainkan sebelum film utama.

Kehadiran bioskop menghasilkan banyak uang, bioskop (gambar hidup) menjadi bisnis yang menguntungkan, depresi yang besar mematikan produser-produser kecil dan hampir 5000 bioskop teater. Secara aktual ketidakberuntungan memperkuat situasi ekonomi dan mengontrol beberapa studio besar, dan keputusan kebijakan produksi ada ditangan para eksekutif studio.

Tahun 1930, muncul pula organisasi studio yang agak bagus, munculnya 5 studio utama. Paramount, Locw’s / MGM, Warner Brother’s, Fox dan RKO. Studio-studio ini milik para eksekutif itu sendiri, mereka mendistribusikan pada bioskop teater, mengontrol produksi, distribusi dan pameran memungkinkan studio-studio yakin bahwa gambar hidup didistribusikan dan dimainkan secara luas, tetapi bentuk dikonstitusikan pada integrasi vertikal yang pada akhirnya menggambarkan perhatian bagi federal regulators concerned tentang kekuatan konsentrasi di studio-studio.

Hingga akhirnya sampai sekarang bermunculan film-film dengan genre yang beragam mulai drama, action, horor, komedi, dan yang lainnya. Selain itu muncul juga “trend-center” di bidang perfilm-an seperti Hollywood, Bollywood, Film eropa (inggris dan Perancis), Asia, dll. Masing-masing pusat memiliki gaya dan ciri masing-masing. Jika dahulu kita begantung hanya di bioskop jika ingin menikmati film dengan layar lebar, maka kini telah tercipta “home-teather” yang memungkinkan kita untuk dapat menikmatinya di rumah. Alat-alat canggih-pun telah ditemukan dan diciptakan guna mengakomodasi perkembangan media audio visual ini.

RENUNGAN | 3
Dengan melihat betapa semakin beragam, canggih dan modern media audio visual maka kita yang berkiprah di dunia pembelajaran dan pendidikan tentunya tertarik dan tertantang ubtuk memanfaatkannya di bidang keilmuan kita. Pengetahuan keilmuan, keterampilan penggunaan media dan sedikit kebijakan dalam memanfaatan media tersebut akan membawa kita kepada lingkungan belajar yang kondusif dan tidak konvensional.

“Radio dan Televisi, masing-masing memiliki karakteristik media yang berbeda. Pemanfaatan keduanya secara tepat dapat menciptakan proses dan hasil belajar yang maksimal”
DAFTAR RUJUKAN

* Mangunhardjana, A Mardija. 1976. Mengenal Film. Yogyakarta: Kanisius
* Boggs, Joseph M. 1986. The Art of Watching Film.
* Subroto, Darwanto Sastro. 1994. Produksi Acara Televisi. Yogyakarta: Duta Wacana University Press
* Smaldino, Sharon E. ..(et al). 2005. Instructional Technology and Media for Learning (8th ed). New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall
* Romli, Asep Syamsul M. 2004. Broadcast Journalism. Bandung: Nuansa.

Adapted from: http://thinktep.wordpress.com/2008/11/11/media-audiovisual/

Minggu, 19 April 2009

Pengertian Film Dokumenter dan Film Fiksi

Apa sih sebenarnya film dokumenter dan Film Fiksi itu? Kita mungkin telah banyak mengetahui tentang dua jenis tayangan audio visual ini, tapi apakah kita benar-benar mengetahui makna dari dua tayangan audio visual tersebut?
Film Dokumenter adalah film yang mengangkat kenyataan dan fakta di masyarakat yang mempunyai nilai esensi bagi masyarakat luas. Film dokumenter itu berbeda dengan Dokumentasi yang sama-sama merekam kenyataan dan fakta yang benar-benar terjadi, hal yang membedakannya adalah nilai esensinya. Jika ternyata dokumentasi itu dianggap penting oleh masyarakat luas, maka dokumentasi itu pun dapat disebut film dokumenter. Adapun jenis film dokumenter itu sendiri adalah potrait, biografi, perjalanan, rekonstruksi, dll.
Film fiksi adalah suatu tayangan audio visual yang mengangkat sebuah cerita karangan manusia. Saat ini film fiksi merajai dunia pertelevisian Indonesia, bahkan beberapa film tersebut mengangkat kisah berdasarkan cerita sebenarnya. Lalu apa yang membedakan cerita fiksi based of true story dan film dokumenter? Yang membedakannya adalah ada atau tidaknya hal yang dilebih-lebihkan atau dibubuhkan dalam film tersebut. Jika ada pembubuhan cerita atau melebih-lebihkannya maka film tersebut telah dapat digolongkan film fiksi.

Minggu, 12 April 2009

The power of television

Bukan hal yang baru lagi jika televisi telah dapat digolongkan kebutuhan yang cukup penting bagi manusia. Hampir setiap individu menghabiskan hampir 4 jam waktunya tiap harinya untuk menikmati tayangan televisi, bahkan tak jarang pula yang menghabiskan hari-harinya hanya di sepan televisi ketika ia sedang liburan dsb. Ini merupakan hal yang sangat spektakuler karena hampir 20% waktu hidup manusia digunakan untuk menonton TV. Tak heran jika telefisi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar bagi peradapan manusia di muka bumi ini.
Dengan adanya televisi, perkembangan kesenian serta pengetahuan lainnya bisa berlangsung sangat cepat. Tak dapat dipungkiri jika dengan televisi , jalannya informasi dapat berlangsung begitu cepat, misalnya saja pemilu yang terjadi beberapa hari lalu, telah dapat kita nikmati hasil quick countnya hari itu juga, ataupun kecurangan atau fenomena yang terjadi seputar pemilu terus menjadi perbincangan pada stasiun-stasiun televisi beberapa hari ini. Ada pula contoh lain yang menggambarkan betapa dahsyatnya tayangan televisi misalanya kisah Tsunami Aceh beberapa tahun yang lalu. Lewat tayangan audio visual yang ditayangkan pada layar televisi, kisah tsunami aceh yang menelan ribuan korban jiwa mampu menyerap milyaran dana sumbangan untuk Korban Tsunami tersebut. Ini merupakan satu bukti real, bahwa dengan keberadaan televisi, kita dapat merasakan penderitaan saudara kita yang secara letak geografisnya jauh dari kita. Dengan adanya televisi pula dunia periklanan dan perfilman baik di Indonesia maupun negara lain berkembang cukup pesat. Ratusan ribu iklan telah tercipta semenjak kelahiran televisi itu sendiri, demikian pula dengan film, sampai-sampai banyak event pemberian penghargaan yang ditujukan pada seniman film dan iklan seperti piala oscar, panasonic award, FFI, dll. Dan yang paling penting lagi televisi merupakan salah satu sarana hiburan yang cukup menyenangkan, simple dan praktis bagi masyarakat
Namun bukan hanya efek positif yang dapat kita rasakan dari menonton televisi, namun juga banyak efek negatif yang dapat kita peroleh dari televisi tersebut. Misalnya banyaknya tindakan kriminal yang semakin merajalela salah satunya disebabkan oleh media televisi tersebut yang menayangkan banyak tindakan kriminal. Memang tindak kriminal tersebut tidak bisa secara langsung menyalahkan televisi sebagai pemmicu utamanya, namun sedikit banyak tayangan tersebut mendatangkan suatu tindakan imitasi terhadap perilaku kriminal tersebut. Bukan hanya dalam tindakan kriminal, namun dari segi ideologi dan budaya, televisi juga merupakan lahan yang potensial untuk menjajah mental serta ideologi suatu bangsa. Seperti kita tahu bahwa kebudayaan asli Indonesia telah banyak bergeser ke kebudayaan liberalis. Bahkan tak jarang kita temui jika pemuda di Indonesia yang merasa malu dengan kebudayaan mereka sendiri. Hal ini terjadi karena mindset para pecinta tayangan televisi tersebut diubah agar menuruti gaya serta kehidupan tokoh yang ada pada tayangan televisi itu
Lalu bagaimanakah masa depan televisi tersebut? Akankah semakin banyak pengaruh positif yang diberikan? Ataukan justru pengaruh negatifnya yang akan semakin marak berkembang? Yang jelas saat ini kita tahu bahwa televisi mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap kehidupan kita

Selasa, 07 April 2009

"Film Porno" hiburan? atau ancaman?

teknologi telah berkembang pesat di Indonesia terutama teknologi yang berhubungan dengan multimedia dan audio visual. telah banyak waktu yang digunakan penduduk Indonesia untuk menikmati tayangan audio visual baik dari televisi, HP, ataupun internet. namun yang menjadi hal miris dan meresahkan adalah ketika tayangan yang mereka lihat tersebut adalah adegan porno.
bukan hal yang asing lagi saat ini jika kita mendengar sekelompok orang tengah membicarakan bahkan tertawa-tawa tanpa rasa canggung atau malu membicarakan film-film porno tersebut. ini merupakan suatu perubahan yang besar dimana sebelumnya kita dinilai sebagai penganut budaya timur yang menjaga kuat etika, namun dengan begitu cepat teknologi telah membawa pemikiran masyarakat Indonesia berbelok ke budaya barat yang liberal. adanya film porno tersebut agaknya telah memberikan sumbangsih yang besar terhadap meningkatnya tindakan asusila di Indonesia. apakah dengan fakta tersebut kita masih bisa mengatakan bahwa film porno adalah suatu hiburan dan bukan ancaman?lalu apa tindak lanjut yang bisa kita lakukan untuk mengatasi dekadensi moral tersebut?akankah kita akan berdiam diri melihat penyalahgunaan teknologi seperti ini?